Hukum Sholat Shnah ( 1 )

Bismillah, alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebelumnya rumaysho.com telah menerangkan mengenai keutamaan menjaga shalat sunnah dan ditambahkan dengan beberapa anjuran dalam shalat sunnah, kesempatan kali ini akan diangkat mengenai beberapa hukum terkait dengan shalat tersebut. Shalat sunnah sambil duduk adalah di antara yang akan dibahas. Ketika kita dalam kondisi lelah atau pun tidak, shalat tahajud atau shalat sunnah lainnya bisa dilakukan sambil duduk. Namun tentu mengerjakannya sambil berdiri, itu lebih utama. Simak saja dalam bahasan berikut.
Pertama: Shalat sunnah sambil duduk
Dari ‘Imron bin Hushoin –beliau penderita penyakit bawasir-, beliau berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai shalat sambil duduk. Beliau bersabda,
إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَهْوَ أَفْضَلُ ، وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ ، وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ
Jika shalat sambil berdiri, maka itu lebih afdhol. Jika shalat sambil duduk, maka pahalanya separuh dari yang berdiri. Barangsiapa shalat sambil tidur, itu separuh dari pahala orang yang duduk.” (HR. Bukhari no. 1115)
Imam Tirmidzi berkata,
هَذَا لِلصَّحِيحِ وَلِمَنْ لَيْسَ لَهُ عُذْرٌ. يَعْنِى فِى النَّوَافِلِ فَأَمَّا مَنْ كَانَ لَهُ عُذْرٌ مِنْ مَرَضٍ أَوْ غَيْرِهِ فَصَلَّى جَالِسًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ الْقَائِمِ
“Hadits ini terdapat dalam kitab Shahih. Hal ini berlaku bagi orang yang tidak memiliki uzur dan berlaku dalam shalat sunnah. Barangsiapa yang memiliki uzur karena sakit atau selainnya, maka ia boleh shalat sunnah sambil duduk dan pahala yang ia peroleh seperti pahala orang yang shalat sambil berdiri.” (Sunan At Tirmidzi no. 372)
Dalil lainnya yang menunjukkan bahwa shalat sunnah boleh sambil duduk dapat dilihat pada hadits berikut,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ الْعُقَيْلِىِّ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ صَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِاللَّيْلِ فَقَالَتْ كَانَ يُصَلِّى لَيْلاً طَوِيلاً قَائِمًا وَلَيْلاً طَوِيلاً قَاعِدًا وَكَانَ إِذَا قَرَأَ قَائِمًا رَكَعَ قَائِمًا وَإِذَا قَرَأَ قَاعِدًا رَكَعَ قَاعِدًا.
Dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqoili, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada ‘Aisyah mengenai shalat malam Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas ‘Aisyah menjawab, “Beliau shalat malam amat lama sambil berdiri dan kadang sambil duduk. Jika beliau melaksanakan shalat malam dengan berdiri ketika membaca surat, maka demikian pula ketika ruku’. Jika beliau melakukan shalat malam dengan duduk ketika membaca surat, maka demikian pula ketika ruku’.“(HR. Muslim no. 730)
Al Hasan Al Bashri berkata,
إِنْ شَاءَ الرَّجُلُ صَلَّى صَلاَةَ التَّطَوُّعِ قَائِمًا وَجَالِسًا وَمُضْطَجِعًا.
“Jika seseorang mau, ia boleh shalat sunnah sambil berdiri, duduk atau berbaring.” (Sunan At Tirmidzi no. 372)
Intinya di sini, shalat sunnah boleh dikerjakan sambil duduk meskipun tidak dalam keadaan capek. Namun tentu saja, shalat dalam keadaan berdiri ketika mampu dan kuat, itu yang lebih utama dan mendapatkan pahala berlebih. Sedangkan shalat wajib diharuskan dengan berdiri ketika mampu berdiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Imron bin Al Hushoin,
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping” (HR. Bukhari no. 1117)
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (1: 813) berkata, “Orang sakit jika shalat sambil berdiri dan membuat sakitnya bertambah parah, maka ia boleh shalat sambil duduk. Para ulama sepakat (berijma’) bahwa orang yang tidak mampu berdiri, maka ia boleh shalat sambil duduk.”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz berkata, “Tidaklah mengapa seorang muslim mengerjakan shalat sunnah sambil duduk meskipun dia dalam kondisi sehat. Jadi, diperbolehkan shalat sunnah sambil duduk. Sedangkan untuk shalat wajib, tidak diperbolehkan dikerjakan sambil duduk jika mampu shalat sambil berdiri. Namun untuk shalat malam, shalat dhuha, shalat sunnah rawatib boleh dikerjakan sambil duduk meskipun dalam kondisi sehat wal afiat. Dengan alasan malas atau badan capek boleh shalat sambil duduk. Aisyah mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhir hidup beliau sering shalat sunnah sambil duduk.” (Sumber fatwa: http://www.binbaz.org.sa/mat/21076)
Kedua: Shalat sunnah di kendaraan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat sunnah di atas kendaraan ketika bersafar dan menghadap ke arah mana saja kendaraan tersebut mengarah. Ketika itu beliau berisyarat dengan kepalanya ke mana arah saja kendaraan berjalan. Namun terkadang beliau melaksanakan shalat di atas kendaraan saat safar dengan terlebih dahulu menghadapkan untanya ke arah kiblat, lalu beliau bertakbir. Lalu setelah itu beliau menghadap ke arah mana saja sesuai arah kendaraan.
Dari Jabir bin ’Abdillah, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ ، فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat sunnah di atas kendaraannya sesuai dengan arah kendaraannya. Namun jika ingin melaksanakan shalat fardhu, beliau turun dari kendaraan dan menghadap kiblat.” (HR. Bukhari no. 400)
Ibnu ‘Umar berkata,
وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُسَبِّحُ عَلَى الرَّاحِلَةِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ ، وَيُوتِرُ عَلَيْهَا ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يُصَلِّى عَلَيْهَا الْمَكْتُوبَةَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat sunnah di atas kendaraannya menghadap arah kendaraan berjalan, lalu beliau sempat melakukan witir di atas. Namun beliau tidak melakukan shalat wajib di atas kendaraan” (HR. Bukhari no. 1098 dan Muslim no. 700)
Keterangan mengenai shalat wajib: Jika seseorang berada di mobil, pesawat, kereta api atau kendaraan lainnya, lalu musafir tersebut tidak mampu melaksanakan shalat dengan menghadap kiblat dan tidak mampu berdiri, maka dia boleh melaksanakan shalat fardhu di atas kendaraannya dengan dua syarat,
  1. Khawatir akan keluar waktu shalat sebelum sampai di tempat tujuan. Namun jika bisa turun dari kendaraan sebelum keluar waktu shalat, maka lebih baik menunggu. Kemudian jika sudah turun, dia langsung mengerjakan shalat fardhu.
  2. Jika tidak mampu turun dari kendaraan untuk melaksanakan shalat. Namun jika mampu turun dari kendaraan untuk melaksanakan shalat fardhu, maka wajib melaksanakan shalat fardhu dengan kondisi turun dari kendaraan.
Jika memang kedua syarat ini terpenuhi, boleh seorang musafir melaksanakan shalat fardhu di atas kendaraan.
-bersambung insya Allah-

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 20 Shafar 1433 H

0 komentar:

Posting Komentar

Design by JokoRowoTlogoRejo Islam itu Indah I Love Islam